Syukurlah, kita bisa menikmati kearifan negeri
ini. Sebuah kearifan yang dapat menenangkan pikiran dan hati dalam menjalani kehidupan yang fana ini. Kita bisa
merasakan estetika dan keindahan budaya dan nilai-nilai Bangsa Indonesia yang
telah terpahat berabad-abad yang silam, dimulai pada masa animisme-dinamisme,
lalu masa Hindu-Budha, kemudian masa Islam. Budaya dan tradisi lokal Bangsa
kita telah berakulturasi dengan Islam, dan akhirnya terbentuklah budaya dan tradisi
Indonesia, made in Indonesia. Alhamdulilllah, merupakan nikmat amat berharga
yang diberikan oleh Allah kepada bangsa Indonesia.
Namun, alangkah ruginya jika anugerah dari
Allah ini tidak disyukuri. Alih-alih bangsa kita iri kepada Barat karena budaya
saintisnya yang hanya melihat fisik dan materi, mengedepankan nalar-logis,
mengesampingkan mistitisme dan hal-hal transenden. Agama (baca: metafisik)
dianggap sebagai mitos yang harus dikubur dalam-dalam hingga tak berbekas.
Meski Bangsa kita memiliki budaya dan tradisi yang tertata lebih apik daripada
budaya dan tradisi Barat, entah mengapa kita tertarik pada pandangan hidup
rasionalisme, pragmatisme, empirisisme, dikotomisme, dan sekularisme, yang
semuanya merupakan worldview Barat yang mengakar dan tumbuh di sana.