Sunday 10 March 2019

1000 Tahun bersama Blog

Bagi penulis etek-etek sepertiku, blog adalah tempat rehat. Sebuah tempat menyejukkan untuk menumpahkan dan membuang kelebat dan sampah pikiran, setelah dalam tempo-tempo tertentu kita telah menghabiskan begitu banyak tenaga badaniyah sehingga kegiatan intelektualisme kita mandeg alias tidak berjalan. Di blog inilah, kerinduan akan eksistensi muncul.
Menulis adalah proses penguakan eksistensi diri. Benarlah jika dikatakan, "Dengan menulis, maka aku ada", dan Chairil Anwar bahkan, "Ingin hidup seribu tahun lagi".
Manusia menginginkan eksistensi dirinya dapat ia baca. Untuk bisa membacanya, manusia lebih dulu harus menulis. Jika tidak untuk konsumsi orang lain, setidak-tidaknya tulisan itu masih amat berharga untuk dikonsumsi oleh dirinya. "Inilah aku, karena pikiranku adalah aku", demikian benak manusia berkata.
Dalam hingar bingar dan hiruk pikuk duniawi yang penuh dengan tantangan dan kesengsaraan, menulis adalah rehat yang menyamankan. Tapi bukan sekadar rehat seperti dilakukan oleh para pemalas. Penulis adalah manusia yang melanglangbuanakan pikirannya ke mana-mana, bahkan ke alam imajinasi yang dalam dunia riil mustahil ditemukan. Jika seseorang pergi ke Yaman, misalnya, harus meluangkan banyak waktu dan banyak cost agar dapat sampai ke sana, menikmati lingkungan dan panorama sekitar. Namun, menulis tidak butuh itu. Ia hanya butuh imajinasi, sebuah penggambaran dan visualisasi tentang, misalnya, Yaman, untuk kemudian ia tumpahkan ke dalam sebuah teks.
Inilah nyamannya. Instan. Tak perlu pergi ke sana, sudah sampai di sana duluan. Tak pelak orang-orang memilih jalan hidup sebagai penulis. Meskipun jauh lebih banyak yang tidak memilih jalan hidup ini. Karena mereka, barangkali, tidak tahu dan tidak merasakan alangkah sejuk dan nyaman batinnya manakala mereka telah berhasil membuang sampah pikirannya. Ya, mereka tidak merasakan ini, sebab mereka menemukan dunianya sendiri sebagai orang-orang non-penulis. Tak apa, tak masalah, karena itu adalah pilihan mereka.
Tetapi, bangsatnya ialah ketika mereka, orang-orang non-penulis itu mengganggu perjalanan kepenulisan seorang penulis. Mula-mula kegiatan menulis mereka anggap pengangguran, lantas mereka mencibir, dan setelah itu menawarkan sebuah solusi: Jangan duduk-duduk dan menganggur terus, bekerjalah, hasilkanlah uang, carilah rezeki!
Jika sudah begini, kita tidak bisa berharap sama sekali kepada mereka. Tempat berharap adalah Allah. Dia yang mau mengerti kita, memahami kegelisahan hati kita. "Ya Rabb, aku tidak butuh pengakuan dari manusia bahwa aku seorang penulis. Aku hanya ingin seperti apa yang disyairkan oleh Chairil Anwar, hidup seribu tahun lagi, dengan cara menulis. Memberi kemanfaatan, ilmu, dan wawasan kepada umat manusia."
Walau bagaimana pun, syukurlah, Google pengertian sekali. Memahami bahwa para penulis kacangan sepertiku ini juga butuh wadah, butuh apresiasi, dan acungan jempol. Google memberi penghargaan kepada kita, para penulis, semampu dia, yaitu dengan pemberian benefit, via adsense. Bagaimana pun ini adalah hal yang patut kita syukuri. Benefit, adalah sebuah motivator sehingga kita mau menulis. Dan tanpa terasa, tinggal menunggu waktu, beberapa bulan ke depan, tiba-tiba kita sudah menghasilkan dan menciptakan banyak tulisan, seperti yang telah lalu: ketika awal-awal kita bergabung ngeblog, sebulan setelah itu, banyak atau beberapa artikel tanpa terasa sudah kita karang dan ter-publish di blog!
By the way, setelah melewati perjalanan waktu, berapakah jumlah artikel di blogmu?

Share:

0 comments:

Post a Comment

Silakan berkomentar! '-'