Sebagaimana dijelaskan penulisnya, kegaduhan
mereka ialah hanya di media sosial, tetapi komunikasi medsos ini tidak bisa
hanya menjadi “hanya”. Sebagai kabinet negara, followers mereka tentu saja amat
banyak, dan jika Jokowi tidak sesegera mungkin menengah-nengahi dan
menyelesaikan berbagai silang pendapat ini, dikhawatirkan kinerja negara
semakin menurun, karena disibukkan oleh “debat” yang tak kunjung usai.
Pertanyaan ‘kabinet gaduh untuk siapa?’ bisa
jadi mewakili kegelisahan kita dengan keberadaan mereka yang–menurut bahasa
Soekarno–“merasa dipangku oleh Ibu Pertiwi”. Setidak-tidaknya semenjak vis a
vis Capres Cawapres Jokowi-Jk dan Prabowo-Hatta dan kemudian peresmian Ir. H.
Joko Widodo sebagai presiden dan wakil presiden, lalu kontroversi pelantikan
kabinet antara yang dianggap professional da nasal-asalan, rakyat telah
digaduhkan dan digelisahkan oleh dagelan politik para elit. Kegaduhan kabinet
yang terjadi di medsos belakangan ini, hanya menambah kegaduhan itu.
Sebagaimana disebutkan di muka,
Jokowi-Jk sebagai “penjinak” dituntut segera mengambil langkah yang tanggap dan
sikap yang tegas. Hal ini agar anak buahnya segera bungkam. Satu kata yang
“disabdakan” oleh seorang kepala negara berotoritas kuat. Pemimpin memiliki
tugas mengubah bangsa menjadi lebih baik, dan menjadi “penjinak” dalam konteks
ini ialah bagian dari itu. Frasa ‘bukan urusan saya’ perlu direvolusi menjadi
‘urusan saya’.[]
0 comments:
Post a Comment
Silakan berkomentar! '-'