Thursday 14 April 2016

Urusan Jokowi, Refleksi atas 'Kabinet Gaduh untuk Siapa?'

Dr. Gun Gun Heryanto, seorang Direktur Eksekutif The Political Literacy Institute, menanggapi kegaduhan kabinat Jokowi-JK melalui artikelnya di media massa, Koran Sindo (10/03/2016). Ia meningalkan sebuah pertanyaan sederhana, tetapi tidak mudah menjawabnya. Pertanyaan ‘kabinet gaduh untuk siapa?’ yang dijadikan judul ini, layak untuk diperhatikan dan direnungkan oleh para kabinet yang gaduh itu. Pertanyaan ini sekaligus mendorong Jokowi untuk menjadi “penjinak”.

Sebagaimana dijelaskan penulisnya, kegaduhan mereka ialah hanya di media sosial, tetapi komunikasi medsos ini tidak bisa hanya menjadi “hanya”. Sebagai kabinet negara, followers mereka tentu saja amat banyak, dan jika Jokowi tidak sesegera mungkin menengah-nengahi dan menyelesaikan berbagai silang pendapat ini, dikhawatirkan kinerja negara semakin menurun, karena disibukkan oleh “debat” yang tak kunjung usai.

Pertanyaan ‘kabinet gaduh untuk siapa?’ bisa jadi mewakili kegelisahan kita dengan keberadaan mereka yang–menurut bahasa Soekarno–“merasa dipangku oleh Ibu Pertiwi”. Setidak-tidaknya semenjak vis a vis Capres Cawapres Jokowi-Jk dan Prabowo-Hatta dan kemudian peresmian Ir. H. Joko Widodo sebagai presiden dan wakil presiden, lalu kontroversi pelantikan kabinet antara yang dianggap professional da nasal-asalan, rakyat telah digaduhkan dan digelisahkan oleh dagelan politik para elit. Kegaduhan kabinet yang terjadi di medsos belakangan ini, hanya menambah kegaduhan itu.

Sebagaimana disebutkan di muka, Jokowi-Jk sebagai “penjinak” dituntut segera mengambil langkah yang tanggap dan sikap yang tegas. Hal ini agar anak buahnya segera bungkam. Satu kata yang “disabdakan” oleh seorang kepala negara berotoritas kuat. Pemimpin memiliki tugas mengubah bangsa menjadi lebih baik, dan menjadi “penjinak” dalam konteks ini ialah bagian dari itu. Frasa ‘bukan urusan saya’ perlu direvolusi menjadi ‘urusan saya’.[]
Share:

0 comments:

Post a Comment

Silakan berkomentar! '-'