Tuesday 26 February 2019

Luntang-Luntung yang Tidak Penting tetapi Penting

Aku (seperti) orang yang luntang-luntung di sebuah desa alias perkampungan. Terisoliasasi. Karena bingung harus ke mana, akhirnya aku harus terus jalan tanpa menghiraukan bagaimana tanggapan orang dan betapa lucunya diriku. Ora ngurus bagaimana pun dan embuh, itu urusan orang-orang dan urusanmu.
Ada hal penting yang membuatku tetap berada di atas pijakan kaki yang mantap, yaitu khidmah dan ilmu. Dan ada lagi, tapi aku berat sekali menyebutnya. Apalagi kalau bukan NYAWAH.
Khidmah, ilmu, dan, aku agak risih menyebutnya, sawah merupakan peneguh hatiku di tengah kememblean cangkem orang-orang yang kerap tidak punya adab dalam melontarkan isi otak mereka. Saya tidak mau menyebut siapa mereka. Biar saja. Dan ini adalah bentuk dari tantangan kecil yang aku anggap amat besar. Sebab, seringkali di tengah cibiran dan cangkem manungso yang tak terjaga, hati dan jiwaku mesti berdebar-debar dan aku mesti berusaha dan terus berusaha memperkuat diri mempertahankan prinsip dan berusaha menyingkirkan rasa malu yang sangat tidak penting.
Aku tetap bertahan, jujur saja, karena tiga hal itu. Tetapi hakikatnya, pertahanan dengan tiga hal itu adalah sekadar metafor, sebab hakikat yang memberiku pertahanan sehingga aku dapat berpijak di atas tanahk kepercayaan diri adalah, siapa lagi, jika bukan Allah–subhana-Hu wata’ala.
Sudahlah, kamu jangan banyak tanya, atau banyak berprasangka. Aku bukan sufi atau orang sok suci. Atau sebenarnya kamu memang tidak paham apakah itu sufi dan tasawuf. Apa yang aku katakan adalah benar adanya. Suatu kebenaran yang faktual, yang tidak cukup sekadar diyakini, tetapi juga disadari bahwa itu adalah kebenaran. Berbicara kebenaran berarti berbicara akidah. Berbicara akidah berarti berbicara Allah–subhana-Hu wata’ala.
Kembali ke substansi di muka, yaitu soal luntang-luntung. Mau dibilang luntang-luntung, memang begini adanya. Mau dibilang tidak, ya tidak juga. Toh hidupku normal sebagaimana manusia lain. Masalahnya adalah, aku tidak tahu apa yang membuatku luntang luntung dan luntang luntung sendiri itu apa aku tidak mengerti. Aku seperti tersesat dalam jurang yang embuh seperti apa bentuknya. Kamu paham kan maksudku?
Aku tahu kamu tidak akan paham. Dan itu urusanmu, bukan urusanku.
Terimakasih telah membaca tulisan ini sampai selesai. Maaf.

Share:

0 comments:

Post a Comment

Silakan berkomentar! '-'