Tuesday 26 February 2019

Nggak Punya Waktu Buat Bekerja

Aku beberapa hari ini sedang menikmati sebuah buku tentang peta perang pemikiran kontra liberal. Kamu bisa membayangkan, betapa sulitnya melahap buku ini bagi seorang yang hidup di tengah masyarakat yang buta membaca, jauh dari unsur intelektual, dan jauh dari perpustakaan.

Aku hidup di tengah masyarakat pekerja dan petani, atau lebih tepatnya masyarakat kultural, bukan intelektual. Aku bukan anti terhadap mereka. Aku tetap memaklumi bahwa mereka adalah masyarakat dan aku adalah bagian dari mereka. Akan tetapi, hidup dalam kondisi masyarakat seperti ini membuatku memiliki tantangan tersendiri.

Ketika aku duduk-duduk dalam rangka membaca buku atau berpikir mengenai pemikiran yang aku dpaat dari buku, aku merasakan sesuatu yang tidak mengenakkan, menyesakkan dada. Aku dianggap pengangguran yang tidak punya pekerjaan, karena sering duduk-duduk terus. Aku bisa saja mengabaikan bagaimana pun tanggapan mereka. Tapi bagi seorang yang tidak cuekan seperti aku, itu sulit. Aku kerap memasukkan tanggapan mereka ke dalam hati, sehingga membuatku sakit hati. Atau bahasa gampangnya adalah baper.

Tapi tak apa. Tak masalah. Dengan Taufik dari Allah, aku akan hadapi semua ini. Bagaimana pun, tugas seorang pelajar adalah tetap belajar, dan setiap muslim mestinya adalah seorang pelajar. Meski aku punya tanggung jawab terhadap istri dan terhadap lingkungan-masyarakat sekitar, aku akan tetap pada jalan yang menurutku adalah terbaik, yaitu belajar dan mengajar. Aku harus tetap membaca terus dan membaca. Aku harus tetap menulis terus dan menulis. Tidak ada yang bisa menghentikanku walau bagaimana pun keadaanya. Karena kegiatan intelektual tidak boleh berhenti dan mandeg di tengah jalan. Bagaimana pun keadaannya, aku tetap harus meniti jalan yang aku pilih.

Semua ini, semoga berkenaan dan berbarengan dengan Rahmat, Pertolongan, dan Petunjuk Allah. Mudah-mudahan Allah menolongku menghadapi semua ini. Amin..

Oh ya, ada yang terlewatkan. Aku bukan tidak ingin menjadi orang kaya raya. Aku sungguh sangat ingin. Namun keinginanku untuk menjadi kayaraya ini tidak sebesar keinginanku untuk terus membaca dan menulis. Kadang, muncul di dalam pikiranku bahwa aku ogah jadi orang kaya. Tapi aku takut jatuh pada zona berburuk sangka kepada Allah. Padahal Allah adalah Dzat yang Maha Kaya dan Maha Kuasa.

Masalahnya adalah, soal waktu atau soal aku yang tidak mau diatur sana-sini oleh orang lain. Aku tidak mau menjadi budaknya dunia, sehingga membuat dada ini sesak. Kalau masalah pengabdian kepada ilmu yang sekira membuatku untung dan bahagia, aku mau disuruh-suruh. Asalkan aku mendapat ilmu. Kalau aku diperintah sana-sini karena urusan harta, aku berat sekali. Amat berat.

Masalah waktu, kamu tahu, hidup ini hanya sekali dan hanya sebentar. Betapa bodohnya kita jika kita hanya mengisi kehidupan ini hanya dengan kerja-kerja dan kerja, seperti digembar-gemborkan oleh Jokowi. No. Hidup bukan hanya soal gerakan tubuh, tetapi juga soal gerakan hati dan pikiran. Alangkan eman waktu demi waktu yang aku lewati jika hanya mendapatkan duit alias fulus. Hal ini tidak sebanding dengan berharganya waktu yang mestinya aku isi dengan mencari dan menyerap ilmu.

Sekali lagi, aku ingin kaya, atau lebih tepatnya ingin mandiri dan punya usaha sendiri, agar aku bebas bergerak ke sana ke mari, mau belajar oke, mau duduk-duduk oke, mau begini dan geitu ya juga oke. Lebih tepatnya, aku ingin punya toko yang dari sana aku punya pemasukan sehingga bisa membungkam mulut si anu agar dia tidak merengek terus, sehingga aku bisa membaca dan menulis dengan tenang.

Sebab apa? Sebab aku sangat sedih apabila aku tidak mempunyai waktu untuk diri sendiri. Bagaimana pun, aku butuh banyak waktu dengan diri sendiri, yang aku isi dengan kegiatan intelektual, membaca maupun menulis.

Begitu saja.

Share:

0 comments:

Post a Comment

Silakan berkomentar! '-'