Wednesday 6 March 2019

Rahim Ibu: Kenikmatan Surgawi Bayi

Bayi yang keluar dari rahim ibu menangis. Karena ia mendambakan ketenangan ketika di dalam rahim ibu. Ternyata dia harus memasuki hingar-bingar dunia yang dipenuhi masalah yang menyedihkan.
Bayi yang mengalami proses keberalihan ini belum siap. Sebab dia bukan orang dewasa yang berpengalaman. Melainkan dia hanya bayi, yang ruang lingkup pengalamannya hanya di dalam rahim ibu. Sang bayi seperti kaget, kenyataan mengantarkan dia pada kehidupan selanjutnya, tanpa persiapan dan kematangan apa-apa, kecuali menangis dan persiapan gembira di dalam dekapan sang ibu.
Ada kedamaian surgawi yang bayi peroleh di dalam rahim. Ia tak perlu usaha apa-apa. Segala kebutuhannya terpenuhi, termasuk kebutuhan gizi dan tempat tinggal, oleh ibu, yang menjadikan pola makannya termenej dan perutnya sebagai rumah tempat tinggal surgawinya.
Lantas, si bayi dipaksa mengenal banyak manusia dan berhadapan dengan mereka. Entah tanpa pemikiran apapun, secara alami, bayi meresponnya dengan mengucurkan air mata, sebab entah dari mana, hati nuraninya yang sangat lugu bisa menelisik ke titik paling jauh tentang kekejaman dunia, kerja keras, kematian, berjubel masalah, dan sebagainya dan seterusnya, pada masa mendatang.
Tentu saja, kita tidak hendak berbicara tentang hal ini secara logis. Keluarnya bayi dari rahim ibu ini bukan deskripsi ilmiah, melainkan deskripsi sastrawi yang bersifat metaforis, sekadar menggambarkan bahwa kehidupan dunia adalah penjara, demi memperoleh kehidupan surgawi setelah kematian.
Dalam tahap dan proses perjalanan kehidupan dunia, bayi, yang kelak akan menjadi dewasa, dan akhirnya tua renta, harus menomorsatukan Penciptanya di dalam sanubari, hati, dan pikirannya. Sebab dengan hanya dengan demikianlah, alam surgawi tidak sekadar euforia, tetapi benar-benar bisa dirasakan meskipun raga sedang berpijak di dunia.
Tak butuh waktu lama, seorang bayi ketika baru saja keluar dari rahim ibu, dituntun oleh orang dewasa untuk merasakan Adikuasa yang menjadi sumber ketenagan itu. Dengan dikumandangkannya adzan dan iqamah di telinga kanan dan kiri, menunjukkan adanya tuntunan, pengajaran dan pendidikan spiritual. Ada harapan, bayi selalu menautkan hati dan pikirannya kepada yang Maha Kuasa, ketika ia beranjak dewasa dan harus tertatih-tatih menghadapi masalah.
Tak diharapkan sama sekali, ketika bayi sudah dewasa kelak, ia mencari kehidupan surgawi di dunia dengan narkotika dan seks bebas. Sebab, keutuhan surgawi tetap justru takkan hilang dari hati sang bayi manakala mencari kehidupan dunia surgawi dengan jalan narkotika dan seks bebas itu.
Bayi menangis mendapati keberadaan dunia, namun sebagai manusia dewasa kelak, bayi akan doyan dengan kenikmatan duniawi yang semu.
Selain itu, bayi akan mendapati banyak kesalahan dianggap kebenaran; banyak maksiat dianggap kebebasan berekspresi. Akan ada yang memberi terkaan bahwa yang haram itu halal. Terbalik. Kelak, bayi akan seolah "melihat bumi dari satelit", dan kelihatan, kebodohan dan nafsu. Ini menjadi alasan imajinatif, mengapa bayi lebih demen menginap di rahim ibu tinimbang terjun ke dunia.

Share:

2 comments:

  1. Tulisan menarik, mampir juga gan ke tempat saya ragamfootball.blogspot.com

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terimakasih telah mengapresiasi, gan.. Tunggu kedatanganku di tempatmu ya

      Delete

Silakan berkomentar! '-'